oleh

Artikel – Saat Polisi Menemukan Kembali Tiket Manual

-Hukum-0 views

Jakarta ( Kupangonline) – Kepolisian kembali mengimplementasikan sistem berbasis bukti manual (tilang) untuk memperkuat penegakan hukum di bidang lalu lintas melalui penindakan di tempat.

Polisi meyakini penambahan penilangan manual akan memperkuat sistem penilangan elektronik yang mulai beroperasi penuh pada 1 November 2018 dengan lokasi pertama di Jalan MH Thamrin-Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.

Ringkasnya, akibat gangguan lalu lintas yang mulai terasa seiring meningkatnya jumlah pelanggaran lalu lintas secara signifikan, pada tahun 1960-an tiket pertama kali diperkenalkan di Tanah Air.

Belakangan, sarana penindakan tampaknya tidak terlalu efektif, sehingga pada tahun 1969 dibentuk kelompok untuk merumuskan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas yang praktis dan cepat.

Dari pihak kepolisian diwakili Irjen Pol. Ursinus Elias Medellu dan Irjen Pol. Memet Tanumidjaja dan Letkol Pol. Basirun menjadi kelompok penyusun.

Keputusan bersama dikeluarkan antara Ketua Mahkamah Agung pada tanggal 11 Januari 1971 menyusul rumusan masalah sistem penegakan pelanggaran lalu lintas. 001/KMA/71, Kejaksaan Agung No. 002/DA/1971, Direktorat Kepolisian Republik Indonesia No. 4/SK/Kapolri/71 dan Keputusan Menteri Kehakiman No. JS/1/21, mengesahkan sistem tilang pelanggaran lalu lintas mulai berlaku.

Menyusul berlakunya Union Act, pada tahun 1972 pelanggaran lalu lintas ditangani dengan sistem tilang yang dikenal dengan Certificate of Violation atau lebih sering disebut tilang.

Sistem denda yang dikeluarkan sebagai bukti pelanggaran lalu lintas sederhana berupa kuitansi, risalah rapat, somasi, surat tuntutan kejaksaan, putusan hakim, perintah eksekusi dan kuitansi pembayaran, yang semuanya terdiri dari lima lembar kertas yang berbeda warna, merah, hijau , Biru, Putih Dan Kuning.

Warna ini juga memiliki fungsi yang berbeda, warna merah dari tilang ini dikeluarkan oleh polisi untuk pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas.

Tiket merah ini untuk pelanggar yang merasa mampu tampil di pengadilan dan membela diri selama persidangan. Berapa besar denda yang harus dibayar akan diputuskan di persidangan.

Yang kedua adalah mengeluarkan tiket biru bagi pelaku yang tidak dapat hadir di pengadilan, dan pelaku dapat membayar denda langsung ke bank yang bekerja sama dengan polisi.

Lalu tilang kuning berupa dokumen yang disimpan sebagai berkas polisi.

Jadi, surat tersebut tidak ditujukan kepada pelanggar, tetapi sebagai pelengkap laporan administrasi mereka, seperti laporan polisi dengan materi tentang pelanggaran yang terjadi dalam jangka waktu tertentu, yaitu sebulan atau setahun.

Apalagi tiket hijau, tiket semacam itu tidak diberikan kepada pelanggar. Namun, fungsi dari surat tilang ini adalah untuk diserahkan ke pengadilan oleh pihak kepolisian untuk proses persidangan, yaitu barang bukti administrasi milik pengadilan.

Pada akhirnya, tiket kosong itu untuk jaksa. Surat itu menjadi bahan pertimbangan partai dalam memutuskan berapa denda atau hukuman bagi pelanggar.

Jadi, pada intinya kelima tilang ini tidak selalu diberikan kepada pelanggar, tetapi ada juga yang diberikan kepada polisi atau pengadilan. Hal ini dilakukan agar dalam proses penetapan persidangan, semua pihak memiliki akses informasi mengenai bentuk pelanggaran yang sama.

Polri juga mengatakan, selain untuk mengukur efektivitas polisi, hakim, dan kejaksaan dalam penyidikan perkara, sistem tersebut akan memudahkan petugas dalam melakukan tindakan guna mengefektifkan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Penggunaan ETLE

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *